SANGGAR BELAJAR BARENG

Bilik Sastra
Bilik Musik
Bilik Teater
Bilik Wirausaha

Minggu, 21 November 2010

Cerita Pendek III (20-10-2010)

Baju Baru Bayu

“Pokoknya aku mau baju baru!”
Begitulah yang selalu dikatakan oleh Bayu usai berbuka puasa. Keinginannya untuk memiliki baju baru pada hari raya nanti begitu menggebu-gebu, sehingga tiap kali ada kesempatan berbicara dengan ibunya maka yang dia minta adalah baju baru.
“Tapi, Bayu, Ibu masih belum bisa memenuhi keinginanmu itu. Apalagi harga-harga sembako sekarang lagi pada naik mendekati hari raya. Gula misalnya, sekarang sudah dua kali lipat dari harga normal pada hari-hari biasa. Dan, Ibu harus mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan untuk membelikanmu baju baru,” kata Ibu Bayu suatu hari ketika untuk kesekian kalinya Bayu merengek minta baju.
“Bu, Bayu pengen baju baru. Apa jadinya kalau hari raya tanpa baju baru? Apa Ibu tega melihat anaknya sendiri nggak memakai baju baru pada hari raya nanti?”
“Kamu ‘kan sudah 18 tahun. Masa masih minta dibeliin baju baru?”
“Tapi, Bu, sudah lama Ibu nggak beliin Bayu baju. Masa hari raya nanti nggak ada baju baru buat Bayu?” Rengek Bayu. “Pokoknya harus dibeliin! Kalau nggak, berarti Ibu nggak sayang sama Bayu!”
Bayu keluar dari meja makan dan masuk ke kamarnya. Dalam hati ia marah atas perkataan Ibunya itu. Alasan yang diberikan oleh Ibunya itu menurutnya tidak wajar. Masa menjelang hari raya tidak memiliki uang lebih dari THR untuk membelikannya baju? Pikir Bayu.
*****
Sebenarnya Bayu malas untuk beraktivitas pagi ini. Mau berangkat ke sekolah juga malas. Bukan karena sekolahnya jauh dari rumah, tapi ia malas karena masih tetap kepikiran tentang baju baru buat hari raya nanti. Ibunya jelas tidak akan membelikannya baju baru yang menjadi pikirannya. Maunya sih tidur-tiduran di rumah sebagai bentuk “mogok” ngapa-ngapain dan ngambek atas tindakan ibunya. Memang begitulah kalau orang yang lagi berpuasa. Ada saja godaannya!
Dengan terpaksa, akhirnya Bayu berangkat juga ke sekolah. Demi apa lagi kalau tidak demi sekolah yang tinggal sebentar lagi akan ujian semester?
Di tengah perjalanannya ke sekolah, Bayu melihat sesuatu hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sesuatu yang akan menggetarkan hati dan pikirannya.
Ya, ia melihat seorang anak kecil yang harusnya bersekolah malah memulung sampah-sampah plastik di trotoar. Sampah-sampah itu dipilah-pilahnya sesuai dengan jenisnya. Ada yang botol plastik, kresek bekas, dan lain sebagainya, anak itu punguti sampah tersebut dengan telatennya.
Kemudian anak itu beralih ke tempat lain yang ada kumpulan sampahnya. Pusat-pusat perbelanjaan tak luput dari pandangannya. Di kompleks perumahan warga juga menjadi tujuannya. Semuanya hanya demi memunguti sampah-sampah yang ada di bak-bak sampah tempat tersebut.
Hati dan pikiran Bayu terus memburu kejadian yang dilihatnya itu, seolah ada sesuatu yang lain yang tak pernah dilihatnya sebelumnya. Entah apa yang menuntun Bayu untuk mengikuti anak kecil itu. Bayu memutuskan untuk tidak bersekolah demi melihat apa yang dilakukan anak itu selanjutnya.
Sore menjelang, anak kecil pemungut sampah plastik itu pulang, dan Bayu masih terus membuntuti anak itu. Setibanya di rumah, anak kecil itu mengadu pada orang tuanya. Ia melihat banyak baju bagus yang dijual di pertokoan yang dilewatinya tadi siang. Baju-baju itu sangat ingin dimilikinya.
“Pak, kapan Bayu dibelikan baju? Sudah lama Bayu kepingin baju baru. Bayu setiap hari Cuma pakai baju yang sama?” Tanya anak itu seusai menceritakan apa yang dilihatnya ketika memunguti sampah plastik di daerah pertokoan yang dilewatinya tadi.
Bapak anak itu hanya diam menahan getir. “Sabar ya, Bayu. Semoga Bapak dapat rejeki buat belikan kamu baju.”
Anak kecil itu hanya diam. Ia tahu kalau sampai kapanpun Bapaknya tidak akan bisa membelikannya baju baru.
Bayu tersentak. Ia seolah melihat dirinya yang lain yang hidup dalam keadaan serba kekurangan. Nama anak itu sama dengan namanya. Namun nasibnya sangat jauh dari dirinya yang berkecukupan. Rumah anak kecil itu yang kumuh, kotor, dan tidak terawat sudah memperlihatkan betapa nelangsa hidup keluarga anak itu. Pakaian compang-camping dan tubuh kurus adalah gambaran penderitaan anak kecil itu. Betapa pilu nasib yang dijalani oleh anak itu? Batin Bayu.
Bayu sadar, bahwa apa yang dikatakan Bapak anak itu hanyalah sebagai penghibur hati Bayu kecil itu. Tak lebih! Ternyata, masih ada orang yang keadaannya jauh lebih membutuhkan ketimbang dirinya. Kenyataan yang dilihatnya adalah sekelumit realita yang ada di negeri yang kata banyak orang gemah ripah loh jinawi. Tapi, mana buktinya? Mengapa masih ada orang yang hidupnya serba kekurangan dan kesusahan? Mungkin Bayu, anak kecil pemungut sampah plastik itu adalah salah satu potret anak bangsa yang hidup dalam kemelaratan. Apakah masih ada Bayu-Bayu di luar sana yang hidup lebih parah dari Bayu kecil ini? Pasti ada! Batin Bayu.
*****
Bayu masih melamun, memikirkan apa yang dilihatnya sewaktu berangkat sekolah. Bayu masih di dalam kamarnya, dan ia belum makan sesuatu pun ketika berbuka tadi. Ia tidak selera makan karena masih terbayang akan keadaan Bayu, anak kecil itu, tadi siang. Ibu Bayu makin bingung karena anaknya tidak mau keluar kamar dan berbuka bersama keluarga. Beliau merasa bersalah karena tak menuruti keinginan anaknya itu untuk dibelikan baju baru buat hari raya.
“Makan dulu, Nak. Nanti kamu bisa sakit kalau nggak makan apapun!” pinta Ibu Bayu. “Íbu janji, besok kita pergi bersama buat beli baju.”
Bayu semakin resah. Pikirannya kacau. Tapi, ada benarnya apa yang dikatakan Ibunya. Sampai kapan aku akan berpuasa, bukankah ini waktunya berbuka? Pikir Bayu.
*****
Hari ini kebetulan sudah mulai libur menjelang hari raya. Dan Ibu Bayu berencana untuk membelikan Bayu baju baru. Beliau mengajak Bayu ke mall agar Bayu dapat memilih sendiri baju yang diinginkannya. Ibu Bayu merasa anaknya kurang sehat. Seharusnya anaknya itu bersemangat ketika dibelikan baju baru. Apa yang dipikirkannya? Batin Ibu Bayu.
Di mall, Bayu memilih baju sendiri. Setelah di dapat baju yang cocok, Ibu Bayu bertanya, “apa nggak kekecilan baju itu, Bayu?”
“Nggak, Bu!” jawab Bayu singkat.
Ibu Bayu semakin tidak mengerti dengan apa yang dilakukan anaknya itu. Beliau hanya membiarkannya. Semoga Bayu tidak kenapa-napa.
Ketika pulang, di tengah perjalanannya, Bayu bertemu dengan anak kecil yang kemarin. Bayu si pemungut sampah plastik yang sedang mengais sampah plastik di depan mall itu. Kemudian tanpa pikir panjang, Bayu langsung memberikan baju yang baru dibelinya bersama Ibunya itu kepada anak kecil itu. Dan, betapa terkejut dan senangnya anak kecil itu saat Bayu memberikan baju yang baru dibelinya bersama Ibunya itu. Anak itu lari kegirangan seolah meluapkan kegembiraannya yang tak terhingga atas baju yang diterimanya. Begitu juga dengan Bayu, ia merasa seolah telah memberikan hadiah yang terbaik bagi dirinya yang lain. Dan hal itu sangat dipahami oleh Ibunya.
“Kamu sudah dewasa, Bayu. Apa yang kamu lakukan adalah tanda bahwa kamu telah berhasil mendewasakan diri di bulan puasa ini. Dan baju terbaik bagi orang-orang yang berhasil membersihkan diri dari hal-hal yang berbau duniawi adalah pahala Tuhan yang tak terhingga di akhirat nanti. Selamat ya, Nak?” sembari mengeluarkan bungkusan yang disembunyikannya sedari tadi.
“Apa ini, Bu?” Tanya Bayu penasaran.
“Buka saja!”
Betapa kagetnya Bayu melihat bahwa yang ada dalam bungkusan itu adalah baju baru yang selalu diidam-idamkannya selama ini. Dan penasaran Bayu itu terus berlanjut.
“Tahu dari mana kalau Bayu sangat menginginkan baju ini, Bu?”
“Apa sih yang nggak Ibu ketahui tentang kesukaanmu? Hampir semua bajumu ‘kan lengan panjang bergaris warna hijau?” diiringi senyum manis tanda cinta seorang ibu kepada anaknya.
Benar. Tak selamanya keinginan pribadi harus dituruti, karena masih banyak keinginan orang lain yang belum tentu keturutan. Dan itu menjadi pelajaran yang berharga bagi Bayu pada Ramadhan ini untuk menuju Hari Kemenangan nanti.
*****


Untuk mereka yang menganggap harta adalah segalanya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar